Serabi atau dikenal juga dengan Surabi atau Srabi, merupakan salah satu jajanan yang banyak dijumpai di berbagai daerah di negeri ini. Jajanan tradisional sejenis pancake berbahan beras, santan dan ragi yang kemudian digoreng di wajan kecil-kecil ini seringkali disajikan dengan 2 cara berbeda, yakni Serabi ”kering” dan Serabi berkuah. Yang pertama, Serabi ”kering”, yakni Serabi yang dalam penyajiannya sebagaimana kue yang lain, tidak perlu diracik lagi. Begitu diangkat dari penggorengan, Serabi siap dihidangkan dan disantap. Selain dibuat dalam bentuk plain (polosan), untuk menarik selera Serabi ”kering” seringkali dimodifikasi dengan topping berupa coklat, keju ataupun bahan-bahan lainnya, termasuk buah.
Serabi jenis yang kedua dikenal dengan Serabi Kuah. Bahan dasarnya sama dengan Serabi ”kering”, hanya dalam penyajiannya ditambahkan kuah santan kelapa dengan rasa gurih. Untuk pemanis, ditambahkan sirup Gula Jawa yang berwarna merah kecoklatan pada Serabi berkuah tersebut. Paduan asin, manis dan sedapnya santan menjadikan Serabi memiliki cita rasa yang khas. Untuk Serabi berkuah, modifikasi dapat dilakukan pada Serabi itu sendiri dan kuahnya.
Dalam berhadapan dengan gaya hidup konsumen yang saat ini lebih bersahabat dengan jajanan impor, yang berkonotasi modern, Serabi tidak dapat dibiarkan hadir begitu saja. Di beberapa tempat, Serabi dipoles dengan sentuhan kreatifitas agar dapat berhadapan dengan jajanan yang ”berbau” kota dan menyasar konsumen muda. Di sinilah modifikasi juga dilakukan dengan menyulap Serabi yang terkesan tradisional untuk dapat menembus budaya kota dan modern. Sejumlah modifikasi dilakukan dengan memanfaatkan topping ataupun kuah dengan menambah berbagai variasi yang disesuaikan dengan selera kota dan anak muda. Dengan modifikasi, Serabi tidak lagi dijajakan di pasar-pasar tradisional. Serabi dapat menembus pusat-pusat perbelanjaan modern di dalam masyarakat perkotaan.
Serabi Klasik ”Ny. Handayani”
Sekalipun jajanan modern dan impor banyak merambah negeri ini, ternyata masih banyak juga pusat-pusat jajanan yang masih memegang erat-erat dan konsisten melestarikan keaslian resep jajanan lokal. Salah satu yang bisa disebut di sini adalah pusat jajanan Serabi Notosuman di kawasan Notosuman, Solo atau Surakarta. Serabi Notosuman bisa dijadikan salah satu tujuan wisata kuliner di Solo. Serabi Notosuman yang berlabel ”Ny. Handayani” konon diawali pada tahun 1923, dan lebih mengutamakan selera klasik. Serabi ”Ny. Handayani” hanya menawarkan dua pilihan selera, Serabi Putih atau polos (plain) dan Serabi Coklat (ditaburi butiran coklat atau Meisis). Untuk dibawa dalam perjalanan relatif jauh, disediakan Serabi Gulung yang sudah dingin dan digulung dengan daun pisang. Serabi jenis ini cocok untuk buah tangan ke luar kota karena tidak lagi berkeringat sebagaimana serabi yang baru keluar dari penggorengan.
Untuk mendapatkan Serabi Notosuman nampaknya masih diperlukan usaha yang cukup berat. Setiap saat antrian di toko ini masih relatif panjang, baik di pagi hari ketika baru buka, hingga di sore hari. Sistem produksi tradisional tidak memungkinkan diproduksi dalam jumlah massal. Kepiawaian para penggoreng Serabi, yang ditampilkan di toko tersebut merupakan daya tarik tersendiri.
Notosuman bukan satu-satunya sentra Serabi di kota Solo. Di sepanjang jalan Slamet Riyadi (jalan protokol di kota ini), ada satu sudut yang menjadi sentra serabi. Di kawasan Pasar Pon, banyak dijajakan Serabi dengan aneka rasa, walaupun dalam modifikasinya tidak terlalu progresif. Masih tetap menggunakan resep tradisional, hanya topping yang ditawarkan lebih beragam dibandingkan Serabi Notosuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar